™ Sejarah Monas dan Ironi Cita-cita Bung Karno

Jannet Juli 13, 2017
Sejarah Monas dan Ironi Cita-cita Bung Karno
Pembangunan Monumen Nasional. FOTO/LIFE

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya 

tanggal 12 Juli 1975. Soeharto, Monas yang menjadi impian Sukarno justru diresmikan oleh penerus yang sekaligus kerap diindikasikan sebagai penggulingnya, proyek pembangunan monumen nasional akhirnya rampung juga. Lima tahun berselang,

Sayembara Merancang Monas

Presiden pertama RI ini wafat pada 21 Juni 1970 ketika Soeharto sedang memantapkan posisinya sebagai penguasa baru. Bung Karno tidak sempat melihat proyek monumen nasional yang lama didambakannya itu rampung. Namun, Pembangunan Monas sempat tersendat karena terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang kelak menjadi pemicu runtuhnya Orde Lama.

dan seterusnya. kanan-kiri, misalnya siang-malam, Lingga-Yoni bisa pula dimaknai sebagai lambang dua sisi yang selalu ada di dunia ini, terlebih di pedesaan. alat tradisional yang sangat umum bagi rakyat Indonesia, bentuk Monas yang berupa Lingga-Yoni juga melambangkan alu dan cawan, selain sebagai lambang kesuburan pria dan wanita, Disebutkan,

Buku resmi tentang Monas berjudul Tugu Nasional: Laporan Pembangunan terbitan tahun 1978 menjelaskan lebih rinci mengenai pemaknaan Lingga-Yoni itu. tentu saja Lingga-Yoni yang mewujud pada bentuk monumen nasional tidak melulu dimaknai dengan konotasi yang boleh jadi dianggap vulgar. Namun,

“Monumen-monumen itu pencerminan dari jiwa besar Indonesia,” sebut Bung Karno. Jawa Tengah. Karanganyar, Sukarno sendiri mengakui bahwa ia terinspirasi dengan Lingga-Yoni yang terdapat di Candi Sukuh, Lingga-Yoni memang sering ditemukan pada candi-candi yang ada di Indonesia.

Sementara Yoni merupakan perlambang kesuburan yang menjadi simbol alat reproduksi perempuan. disebutkan bahwa Lingga adalah simbol Syiwa (salah satu dewa tertinggi dalam ajaran Hindu) dengan bentuk alat kelamin laki-laki. Indonesian-English terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) yang dihimpun Edi Sedyawati dan kawan-kawan, Dalam buku Candi Indonesia: Seri Jawa,

yang menjadi salah satu unsur khas di banyak candi peninggalan leluhur Nusantara. simbol hubungan sakral antara laki-laki dan perempuan, Inilah Lingga-Yoni, Bentuk seperti ini sebenarnya sudah cukup lama dikenal di Indonesia. monumen nasional nantinya berupa tugu yang tegak berdiri dengan cawan sebagai wadah di bagian bawahnya. Sesuai keinginan Bung Karno,

Silaban selaku perancang awal desainnya pun turut dilibatkan dalam pelaksanaan proyek mercusuar ini. Selain Soedarsono, Jakarta Pusat. Pembangunan monumen nasional akhirnya dimulai pada 17 Agustus 1961 di atas lahan seluas 80 hektare di seberang Istana Negara,

Medan Merdeka Jantung Ibukota RI, 2008). dan lebar halaman cawan 45 meter (Adolf Heuken, lebar dasar monumen 8 meter, susunan angka-angka tersebut diwujudkan dalam rencana pembangunannya: tinggi cawan dari halaman 17 meter, Dalam konteks rancangan monumen itu, 17 Agustus 1945. Angka 17-8-45 merujuk pada moment kemerdekaan RI,

Soedarsono yang paham betul bahwa Sukarno sangat menyukai filosofi kemudian menyertakan angka 17-8-45 dalam rancangan baru itu. Soedarsono untuk mengejawantahkan desain tersebut dan diselaraskan seperti keinginan sang presiden. ditunjuklah seorang arsitek bernama R.M. Kemudian, Sukarno menerima rancangan awal Silaban.

hasrat Sukarno sudah tak bisa dibendung lagi dan harus diwujudkan dalam tempo yang secepat-cepatnya. Namun, Ia justru menyarankan agar pembangunan monumen nasional ditunda saja hingga kondisi keuangan negara membaik. Silaban menolak mengubah rancangannya itu.

Sejarah Monas dan Ironi Cita-cita Bung Karno
Infografik Monas simbol perjuangan rakyat

Antara Sakral atau Vulgar

Sedangkan negara saat itu sedang dalam situasi perekonomian yang buruk. rancangan awal yang diajukan Silaban dinilai terlalu megah sehingga akan membutuhkan biaya yang amat besar untuk mewujudkannya. Selain itu, Panitia yang nyaris putus asa kemudian membujuk Silaban untuk merevisi desain rancangannya sesuai dengan keinginan Presiden Sukarno.

cikal-bakal Institut Teknologi Bandung (ITB). insinyur lulusan Technische Hogeschool, ia adalah seorang arsitek, Bung Karno memang terlalu perfeksionis jika berurusan dengan karya seni, rupanya tidak ada satu pun yang sesuai harapan. Dari sekian banyak opsi itu,

yakni 222 orang dengan 136 desain rancangan bangun. yang mengirimkan karya jauh lebih banyak, Kali ini, dari tanggal 10 hingga 15 Mei 1960. Sayembara pun digelar lagi untuk memenuhi hasrat sang presiden,

2005). Bung Karno Sang Arsitek, yang dinamis dalam satu bentuk daripada materi yang mati,” tegas Presiden Sukarno waktu itu (Yuke Ardhiati, "(Bangunan) yang mencerminkan hal yang bergerak,

monumen nasional harus bisa memantik semangat nasionalisme dan patriotisme. Selain itu, serta batu pualam yang tahan gempa dan tidak lekang digerus zaman setidaknya hingga 1000 tahun ke depan. tugu itu nantinya akan dibuat dari beton dan besi pilihan, Tak main-main, Sukarno menghendaki monumen nasional berbentuk tugu yang tinggi menjulang menantang langit dengan gagahnya.

tapi masih kurang puas. Sang presiden ternyata hanya sedikit tertarik, diajukanlah desain itu kepada Bung Karno. Maka, yakni menggambarkan karakter bangsa Indonesia. rancangan Silaban setidaknya memenuhi kriteria, Komite nasional yang dipimpin Sarwoko Martokusumo itu menilai,

2016). Indonesia Poenja Tjerita, yakni karya Frederich Silaban (Eka Saputra, hanya satu desain saja memenuhi kriteria, Namun, Sayembara yang dimulai pada 17 Agustus 1955 itu berhasil mengumpulkan sebanyak 51 karya. diadakanlah sayembara untuk rancangan monumen tersebut. Tepat setahun setelah komite nasional pembangunan Monas dibentuk,

simbol kemegahan bangsa Indonesia itu langsung terlihat.
Sukarno menghendaki Monas dibangun di Lapangan Merdeka yang berada tepat di depan Istana Merdeka sehingga ketika ada tamu negara yang datang, dibentuklah suatu komite nasional untuk mewujudkan hasrat sang presiden. Tanggal 17 Agustus 1954,

Gagasan pembangunan Monumen Nasional (Monas) pun menjadi salah satu agenda utama di dalam benak Bung Karno. layaknya Menara Eiffel di Paris sebagai lambang Revolusi Perancis. Sukarno selaku presiden pun langsung berhasrat membangun suatu simbol untuk mempresentasikan karakter bangsa, ibukota republik kembali ke Jakarta pada 1950 itu. Dari Yogyakarta,


Source: tirto.id

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.